Parenting Itu Penting

Siapa yang tidak tergerak hati, ketika mendengar rengekan sang buah hati. Seolah-olah ada dorongan kuat untuk mendatangi. Mungkin sudah menjadi naluri bagi orang yang peduli.
Seperti bukan rahasia, bahwa anak adalah anugerah dari Sang Pencipta. Ujian bagi orang tua, agar senantiasa amanah dalam merawat dan menjaga. Karena Tuhan bisa mengambil anak kapan saja.

Wajar jika anak bersikap manja. Diusianya, tak jarang perhatian menjadi prioritas utama. Namun sebagai manusia, terkadang kita mudah lupa.
Karena pekerjaan, sikap lucu manja berubah menjadi gangguan. Kalo sudah begitu, siapa yang mau disalahkan.

Marah saat anak berbuat salah itu boleh saja. Namun, akan lebih bijak bila diberi teguran kasih sayang. Bisa berupa nasehat, atau kecupan hangat. Namun jika sudah kelewat batas, akan sangat pas jika diberi perlakuan lebih tegas.

Karena sejatinya anak terlahir dalam keadaan suci. Bak kertas putih yang belum ternodai. Perlu digaris bawahi, bahwa kesalahan anak adalah tanggungjawab seorang wali.
Menjaga anak membutuhkan banyak kesabaran. Mendidik anak merupakan sebuah kehormatan. Karena anak yang sholeh adalah aset masa depan. Salah satu amalan, yang tak kan terputus meski raga sudah tak bertuan.

Maka dari itu, mari kita sadari. 
Parenting itu, penting!

Syair hujan

Syair hujan dalam sebuah penantian. Beharap mendung kan segera menjauh di atas harapan. Menjadi beban karena masih belum punya sebuah tujuan. Tujuan manis dari sebuah kepastian.

Pagi ini tiga bulan sudah berlalu. Banyak harapan masih saja abu-abu. Diantara langit mendung dan tanah yg masih basah karena hujan, burung-burung lelah hendak berkicauan.

Angin segar kini hendak berubah jadi angin galau. Pertanda musim akan segera berganti kemarau. Beberapa bulan lagi bungaku akan segera layu. Berharap sisa hujan rendam hati yang kian kacau.

Redup pagi ini masih saja kelabu. Memandang esok dengan tatapan sayu. Berjalan menunduk karena hati dan badan kian lesu. Kurasa hari ini akan sama dengan yang dulu. Sama-sama masih menunggu.

Ayah, ibu maafkan anakmu. Tiga bulan belakangan menjadi sosok peragu. Tak perlu kusangkal apalagi harus menggerutu. Karena sekali lagi, tiga bulan sudah berlalu.
Rabu ini langit masih mendung. Enam ribu lebih hati manusia dalam keadaan berkabung. Ingin segera bergabung, namun masih urung. Karena murung pun tak kan merubah sebuah kabar burung.

Diantara kegundahan yang ada, ribuan hati masih bermunajat. Menata niat sebelum beranjat. Mengulang kembali apa yang pernah didapat. Berharap agar kelak tidak berubah menjadi yang dihujat.

Beberapa jam ke depan adalah hari esok. Ku yakin esok akan kembali cerah. Karena keyakinan hati ini belum sampai pada kata menyerah. Meski lelah, gundah namun doa kan tetap tercurah. Tercurah ke atas, tepat diantara mendung yang menutupi langit megah.

Wahai Indonesia, ku harap engkau rindu. Rindu pada perjuangan pahlawan di masa lalu. Ikhlas berkorban demi sebuah kesejahteraan. Membela asa untuk merdeka tanpa embel-embel sebuah kepentingan.

Menjadi pandai adalah sebuah kewajiban. Namun pandai mengelak bukanlah sebuah tujuan. Sedangkan tanggung jawab bukanlah sebuah beban, melainkan amanah yang harus diselesaikan.

Beban ada karena adanya gravitasi. Menarik objek untuk setia menempel ke bumi. Supaya orang tidak lupa diri. Seperti ilmu padi. Semakin menunduk kala terisi.
"Sabar, sabar, sabar, dan tetap berusaha." Pesan ini masih ku jaga. Karena menunggu hanya perlu percaya bahwa yang ditunggu akan segera tiba.